Di bawah ini adalah salah satu kisah nyata dan contoh tragis dalam kehidupan. Yang mungkin dapat dijadikan pelajaran bagi Pekerja (pria/wanita) zaman sekarang.
Sering kali kita manusia tidak mensyukuri apa yang dimilikinya sampai akhirnya Santi, sebut saja begitu namanya. Santi berotak sangat cerdas, cemerlang dan memiliki idealisme tinggi. Sejak masuk kampus, sikap dan konsep dirinya sudah jelas: meraih yang terbaik, di bidang akademis maupun profesi yang akan digelutinya. ''Why Not The Best.......??” katanya selalu, mengutip seorang mantan presiden Amerika.
Ketika Universitas mengirim mahasiswa untuk studi Hukum Internasional di Universiteit Utrecht - Belanda, Santi termasuk salah satunya. Berikutnya, Santi mendapat pendamping yang ''selevel''; sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi, akhirnya mereka menikah dan...Alifya, buah cinta mereka, telah lahir ketika Santi diangkat sebagai staf diplomat, bertepatan dengan tuntasnya suami dia meraih PhD.
Lengkaplah kebahagiaan mereka. Konon, nama putera mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah ''alif'' dan huruf terakhir ''ya'', jadilah nama yang enak didengar : Alifya. Saya tak sempat mengira, apa mereka bermaksud menjadikannya sebagai anak yang pertama dan terakhir....
Ketika Alif, panggilan puteranya itu, berusia 6 bulan, kesibukan Santi semakin menggila. Bak pesawat Garuda, nyaris tiap hari ia terbang dari satu kota ke kota lain, dan dari satu negara ke negara lain.. Beberapa temannya pernah bertanya, ''Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk ditinggal-tinggal....????'' Dengan sigap Santi menjawab, ''Oh, saya sudah mengantisipasi segala sesuatunya. Everything is OK!''
Ucapannya itu betul-betul ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya, ditangani secara profesional oleh baby sitter mahal di kota Jakarta. Santi tinggal mengontrol jadwal Alif lewat telepon. Alif tumbuh menjadi anak yang tampak lincah, cerdas dan gampang mengerti. Kakek-neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucunya semata wayang itu, tentang kehebatan ibu-bapaknya. Tentang gelar dan nama besar, tentang naik pesawat terbang, dan uang yang banyak. ''Contohlah ayah-bunda Alif, kalau Alif besar nanti.'' Begitu selalu nenek Alif berkata setengah mendoktrin, ibunya Santi, berpesan di akhir dongeng menjelang tidurnya.
Ketika Alif berusia 3 tahun, Santi bercerita kalau dia minta adik. Terkejut dengan permintaan tak terduga itu, Santi dan suaminya kembali menagih pengertian anaknya. Kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini mencoba ''Memahami'' orang tuanya, Buktinya, kata Santi, ia tak lagi merengek minta adik. Alif, tampaknya mewarisi karakter ibunya yang bukan perengek. Meski kedua orangtuanya kerap pulang larut saat ia sudah tertidur pulas dan paginya telah berangkat kekantor sebelum ia bangun tidur, ia jarang sekali ngambek. Bahkan, tutur Santi, Alif selalu menyambut kedatangannya dengan penuh ceria. Maka, Santi menyapanya ''Malaikat kecilku''. Sungguh keluarga yang bahagia, pikir teman temannya. Meski kedua orangtuanya super sibuk, Alif tetap tumbuh penuh cinta.
Suatu hari, menjelang Santi berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak dimandikan baby sitter. ''Alif ingin Bunda yang mandikan'' ujarnya penuh harap. Karuan saja Santi, yang detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, gusar. Ia menampik permintaan Alif sambil tetap gesit berdandan dan mempersiapkan keperluan kantornya. Suaminya pun turut membujuk Alif agar mau mandi dengan Tante Mien, baby sitter-nya. Lagi-lagi, Alif dengan pengertian menurut, meski wajahnya cemberut. Peristiwa ini berulang sampai hampir sepekan. ''Bunda, mandikan aku!!!'' kian lama suara Alif penuh tekanan. Toh, Santi dan suaminya berpikir, mungkin itu karena Alif sedang dalam masa pra-sekolah, jadinya agak lebih minta perhatian. Setelah dibujuk-bujuk, akhirnya Alif bisa ditinggal juga.
Sampai suatu sore, ketika Alif sedang bermain-main di kamar mandi sendirian, ia terjatuh & kepalanya membentur lantai kamar mandi dengan kerasnya, hingga kemudian Santi dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter. ''Bu Dokter, Alif demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency.'' Setengah terbang, Santi ngebut memacu mobil mewahnya ke UGD sebuah rumah sakit. But it was too late......!!!!! Allah sudah punya rencana lain untuk Alif, si malaikat kecil, keburu dipanggil pulang oleh pemilikNya....Allah SWT. dan Santi, ketika diberi tahu soal Alif, sedang meresmikan kantor barunya. tentu saja Ia shock berat.
Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikan putranya. Setelah pekan lalu Alif mulai menuntut, Santi memang menyimpan komitmen dalam hati untuk suatu saat memandikan anaknya sendiri. Dan siang itu, janji Santi memang benar-benar terwujud, meski tubuh Alif kecil saat dimandikan telah terbujur & terbaring kaku.... untuk kemudian dibalut kain kafan ''Ini Bunda Lif, Bunda Mandikan Alif,'' ucapnya lirih berurai air mata, di tengah jamaah yang sunyi & terisak tangis. Satu persatu rekan Santi menyingkir dari sampingnya, berusaha menyembunyikan tangis.
Sore harinya Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil Alif, kami masih berdiri mematung di sisi pusara. Berkali-kali Santi, sahabatku yang tegar itu, berkata pelan, ''Ini sudah takdir.... ya kan....? Sama saja, aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah saatnya, ya dia pergi juga kan...?'' Saya diam saja. Rasanya Santi memang tak perlu hiburan dari orang lain. Suaminya berdiri mematung seperti tak bernyawa. dengan mata yang berkaca-kaca menahan gejolak kesedihan yang tak terbayangkan ditinggal mati oleh putra semata wayangnya.... Wajahnya pias, tatapannya kosong. ''Ini konsekuensi sebuah pilihan,'' lanjut Santi, tetap mencoba tegar dan kuat.
Hening sejenak. Angin senja meniupkan aroma bunga kamboja dipemakaman.... Tiba-tiba Santi tersungkur berlutut & menjerit sekerasnya......''Ya Allah.....Aku ibunyaaaaa....!!!!!!!!'' serunya histeris, lantas tergugu hebat. Subhannallah, ''Bangunlah Lif.....Bangunkan Malaikat kecilku ya Allah....Bangun dia....!!!! Alif, Bunda mau mandikan Alif sayang....bangunlah nak.... Beri kesempatan Bunda sekali saja Lif. Sekaliiiiiiii........saja, Aliiif.......bunda sangat menyesal nak....'' Santi merintih mengiba-iba. Detik berikutnya kemudian ia menubruk pusara dan tertelungkup diatasnya. Air matanya membanjiri tanah merah makam yang menaungi jasad Alif hingga Senja pun makin tua....tubuh Santi masih terbujur lemah seakan tiada ingin meninggalkan Alif kecil seorang diri....
Nasi sudah menjadi bubur, sesal kemudian tiada lagi menolong. Sungguh pelajaran Hidup, Tragis, dan menyedihkan....ditengah banyaknya pasangan hidup yang bertahun-tahun menantikan kehadiran seorang anak, Santi justru menyia-nyiakan pemberian-Nya......
0 komentar:
Posting Komentar