Alkisah,
seorang ahli kunci yang sangat termasyhur bermaksud mewariskan satu ilmu
tertinggi dalam dunia perkuncian. Ahli kunci ini memiliki dua orang murid yang
sama-sama pandai. Setelah beberapa tahun dididik, kedua orang murid itu sudah
mahir dan menguasai semua teknik membuka segala jenis gembok. Hanya saja, ilmu
tertinggi itu harus diwariskan hanya kepada satu orang yang benar-benar
memenuhi kriteria. Oleh karena itu, untuk menentukan pewaris ilmunya, si ahli
kunci tadi kemudian menggelar sebuah ujian yang diadakan pada waktu bersamaan.
Maka
disiapkanlah dua buah peti yang tergembok rapat dan di dalamnya diisi dengan
satu bungkusan berisi barang berharga. Kedua peti yang tergembok rapat itu lalu
ditempatkan di dalam dua kamar yang bersebelahan. Berikutnya, murid pertama dan
murid kedua disuruh masuk ke dalam kamar-kamar tadi secara bersamaan.
"Tugas kalian adalah membuka gembok peti-peti di dalam kamar itu. Ayo,
laksanakan...!" perintah si ahli kunci.
Tidak
lama kemudian, murid pertama keluar dari kamar lebih dulu dan tampak berhasil
menyelesasikan tugasnya. Sang ahli kunci langsung bertanya, "Bagus,
tampaknya kau berhasil mengerjakan tugasmu. Apa isi peti itu?"
Murid
pertama menjawab dengan percaya diri dan perasaan penuh kemenangan, "Di
dalam peti itu terdapat sebuah bungkusan. Dan di dalam bungkusan itu ada sebuah
permata yang berkilauan.. Indah sekali! Andaikan saya bisa memiliki permata
itu."
Mendengar
jawaban itu yang penuh dengan rasa percaya diri itu, si ahli kunci tersenyum
bijak. Ia segera menoleh ke arah murid kedua yang baru saja keluar dari kamar.
Ia langsung menanyakan hal yang sama, "Bagus,tampaknya kau juga berhasil
mengerjakan tugasmu. Apa isi peti itu?"
Mengetahui
dirinya kalah cepat dalam membuka peti, murid kedua hanya menjawab dengan
pelan. "Saya hanya membuka gembok peti itu, lalu keluar. Saya tidak
membuka petinya, apalagi melihat isinya."
Mendengar
jawaban itu, sang ahli kunci tersenyum puas. "Baiklah. Berdasarkan hasil
ujian tadi, maka kau murid kedua, kaulah pemenangnya. Engkaulah yang akan
mewarisi ilmu tertinggi dalam dunia perkuncian yang aku miliki," demikian
si ahli kunci memutuskan.
Keputusan
ahli kunci itu kontan membuat murid pertama kaget setengah mati.
"Guru...!" teriak murid pertama yang kecewa.
"Bukankah
saya yang berhasil membuka gembok lebih cepat? Mengapa bukan saya yang dipilih
sebagai pewaris ilmu itu?" tanya si murid pertama dengan gusar.
Mendengar
kegusaran murid pertamanya itu, si ahli kunci kembali tersenyum bijak.
"Murid-muridku, dengar! Profesi kita adalah tukang kunci dan membuka
gembok adalah tugas kita. Kita harus membantu orang membuka gembok yang
kuncinya hilang atau rusak. Jika gembok sudah dibuka, tugas kita selesai. Kalau
kita juga ingin melihat isinya, itu berarti melanggar kode etik profesi kita
sebagai ahli kunci."
Selanjutnya,
si ahli kunci meneruskan nasihatnya. "Tidak perduli apa pun pekerjaan
kita, moral dan etika profesional harus dijunjung tinggi. Tanpa moral dan
etika, maka seorang ahli kunci bisa dengan mudah beralih profesi menjadi seorang
pencuri. Kalian mengerti?"
Mendengar
hal itu, murid pertama mengangguk-anggukkan kepala. Dia menyadari di mana letak
kesalahannya. Dia juga bersyukur telah mendapat satu lagi pelajaran moral yang
sangat berharga sebelum terjun ke tengah-tengah masyarakat. Walaupun kecewa
karena dirinya tidak bisa menjadi pewaris ilmu tertinggi yang dimiliki gurunya,
murid pertama merasa tetap mendapatkan sebuah ilmu yang berharga sekali. Itulah
ilmu mengenai moral dan etika profesional. Sejak saat itu, murid pertama berjanji
pada diri sendiri, kelak dalam menjalankan profesinya, ia akan menjadi seorang
ahli kunci professional yang menjunjung tinggi moralitas dan etika profesinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar